“Setiap orang di dunia ini adalah seorang tamu, dan uangnya adalah pinjaman. Tamu itu pastilah akan pergi, cepat atau lambat, dan pinjaman itu haruslah dikembalikan”
“Menghidupkan kembali agama berarti menghidupkan suatu bangsa. Hidupnya agama berarti cahaya kehidupan.(Bediuzzaman Said Nur)”
“Barangsiapa yang memperbaiki hubungannya dengan Allah, niscaya Allah akan memperbaiki hubungannya dengan sesama manusia. (Sufyan bin Uyainah)”
“Seseorang yang melihat kebaikan dalam berbagai hal berarti memiliki pikiran yang baik. Dan seseoran yang memiliki pikiran yang baik mendapatkan kenikmatan dari hidup.”

Peristiwa Isra Mi'raj dan Penjelasan Tentangnya


Peristiwa isra mi'raj mungkin sudah tak asing lagi bagi umat islam. Tapi jika melihat makna dari isra'miraj tersebut pasti ada yang masih bingung kan? apa sih perisiwa isra miraj itu & ada apa dibalik isramiraj itu!
Mungkin yang terpikirkan di benak kalian isra miraj itu mengenai perjalannan nabi muhammad. Tapi secara detilnya ada yg  belum tahu kan? Jangan hawatir aku akan menjawab semua teka - teki yg ada dibenak kalin.

Isra` secara bahasa berasal dari kata ‘saro’ artinya perjalanan di malam hari. Adapun secara istilah, Isra` adalah perjalanan Rasulullah SAW bersama Jibril dari Mekkah ke Baitul Maqdis, berdasarkan firman Allah :

ﺳُﺒْﺤَﺎﻥَ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﺃَﺳْﺮَﻯ ﺑِﻌَﺒْﺪِﻩِ ﻟَﻴْﻼً ﻣِّﻦَ ﺍﻟْﻤَﺴْﺠِﺪِ ﺍﻟْﺤَﺮَﺍﻡِ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟْﻤَﺴْﺠِﺪِ ﺍﻷَﻗْﺼَﻰ


"Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha “ (Al Isra’:1) Mi’raj secara bahasa adalah suatu alat yang dipakai untuk naik. Adapun secara istilah, Mi’raj bermakna tangga khusus yang digunakan oleh Nabi SAW. untuk naik dari bumi menuju ke atas langit."

Secara umum, kisah yang menakjubkan ini disebutkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla dalam Al-Qur`an dalam firman-Nya:

ﺳُﺒْﺤَﺎﻥَ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﺃَﺳْﺮَﻯ ﺑِﻌَﺒْﺪِﻩِ ﻟَﻴْﻠًﺎ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤَﺴْﺠِﺪِ ﺍﻟْﺤَﺮَﺍﻡِ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟْﻤَﺴْﺠِﺪِ ﺍﻟْﺄَﻗْﺼَﻰ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﺑَﺎﺭَﻛْﻨَﺎ ﺣَﻮْﻟَﻪُ ﻟِﻨُﺮِﻳَﻪُ ﻣِﻦْ ﺀَﺍﻳَﺎﺗِﻨَﺎ ﺇِﻧَّﻪ ﻫُﻮَ ﺍﻟﺴَّﻤِﻴﻊُ ﺍﻟْﺒَﺼِﻴﺮ


"Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (QS. Al-Isra` : 1)"

Isra Mi’raj adalah dua bagian dari perjalanan yang dilakukan oleh Muhammad dalam waktu satu malam saja. Kejadian ini merupakan salah satu peristiwa penting bagi umat Islam, karena pada peristiwa ini Nabi Muhammad SAW mendapat perintah untuk menunaikan salat lima waktu sehari semalam.

Isra Mi’raj terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian, dan inilah yang populer. Namun demikian, Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri menolak pendapat tersebut dengan alasan karena Khadijah radhiyallahu anha meninggal pada bulan Ramadan tahun ke-10 kenabian, yaitu 2 bulan setelah bulan Rajab. Dan saat itu belum ada kewajiban salat lima waktu. Al-Mubarakfuri menyebutkan 6 pendapat tentang waktu kejadian Isra Mi’raj. Tetapi tidak ada satupun yang pasti. Dengan demikian, tidak diketahui secara persis kapan tanggal terjadinya Isra Mi’raj. Peristiwa Isra Mi’raj terbagi dalam 2 peristiwa yang berbeda.

Dalam Isra, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam “diberangkatkan” oleh Allah SWT dari Masjidil Haram hingga Masjidil Aqsa. Lalu dalam Mi’raj Nabi Muhammad SAW dinaikkan ke langit sampai ke Sidratul Muntaha yang merupakan tempat tertinggi. Di sini Beliau mendapat perintah langsung dari Allah SWT untuk menunaikan salat lima waktu.

Bagi umat Islam, peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang berharga, karena ketika inilah salat lima waktu diwajibkan, dan tidak ada Nabi lain yang mendapat perjalanan sampai ke Sidratul Muntaha.

Penulis: Elis Lismawati

Motivasi Islam: Menjaga Semangat Dakwah


Da’wah atau menyeru kepada Allah swt merupakan sebuah kewajiban berdasarkan firman Allah swt :

ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ


Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS. An Nahl : 125)

قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ

Artinya : “Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata,” (QS. Yusuf : 108)

Artinya : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al Imran : 104)

Seorang da’i didalam melaksanakan kewajiban ini dituntut memiliki pengetahuan tentang keagamaan yang baik agar da’wahnya tidak jatuh kedalam kesalahan. Sebagaimana diketahui bahwa amal mengikuti ilmu dan ketika suatu amal tidak dibangun diatas landasan ilmu maka kerusakan yang ditimbulkannya akan lebih besar dari manfaat yang dihasilkannya.

Untuk itu seorang da’i diharuskan memahami pokok-pokok aqidah dan keislamannya lalu tsaqofah fikriyah sebagai bekal didalam da’wahnya.

Syeikh Mustafa Masyhur menyebutkan bahwa ada tiga tsaqofah fikriyah yang harus dimiliki seorang da’i :


1. Memahami islam secara betul dan menyeluruh yang memungkinkan dia dapat melaksanakan islam dengan pelaksanakan yang benar terhadap dirinya, dan dengan itu pula dia dapat menyampaikan islam dengan baik kepada orang lain. Dia mampu melaksanakan islam dan menyampaikan secara total, murni dan orisinil.

2. Para da’i mesti mengetahui kondisi dan situasi dunia islam dahulu dan sekarang, mengenal musuh-musuh islam dan mengetahui cara dan tindak-tanduknya. Dia juga harus mengetahui peristiwa-peristiwa aktual yang mempengaruhi kondisi kaum muslimin dari dekat atau jauh. Mengetahui siapakah golongan yang bekerja di bidang da’wah islam, kecenderungan dan cara-cara mereka, bagamana bentuk kerja sama yang perlu dibuat bersama-sama dengan mereka, dan persoalan-persoalan lain yang patut diketahui oleh orang-orang yang aktif dalam gerakan islam.

3. Para da’i harus menyampaikan untuk memantapkan spesialisasi ilmu yang berkaitan dengan urusan hidup manusia seperti : ilmu kedokteran, teknik, pertanian, ekonomi, perusahaan dan lain-lainnya. Oleh akrena itu bagi seorang kader aqdah ia harus berusaha memperbaiki dan meningkatkan spesialisasi ilmu yang dimilikinya secara professional agar dia mendapat tempat dalam masyarakat dan dapat mengisi tempat-tempat kosong pada saat kita membangun dan menegakkan daulah islamiyah. Patut di sini disebutkan bahwa sebagian besar ilmu pengetahuan modern sekarang ini telah dipelopori oleh para cendekiawan muslim zaman dahulu. Karena agama islam mendorong umatnya untuk mencari ilmu dan belajar serta dapat menghubungkan ilmunya dengan al Kholik.

Tentunya mustahil bagi seseorang mencapai tingkat kesempurnaan didalam keilmuannya dikarenakan luasnya ilmu Allah swt. Dengan begitu hendaklah setiap dai menyampaikan apa-apa yang telah diketahuinya secara baik kepada orang-orang yang belum mengetahuinya, dan inilah hakekat dari da’wah. Dan dilarang bagi setiap da’i untuk menyampaikan sesuatu yang belum diketahui ilmunya secara baik khawatir terjatuh didalam kasalahan berdasarkan keumuman hadits Rasulullah saw,”Sampaikanlah dariku walaupun hanya satu ayat.” (HR. Bukhori) Satu ayat yang betul-betul diketahinya secara baik adalah amanah yang ada di pundaknya untuk disampaikan kepada orang-orang yang belum mengetahui satu ayat tersebut.

Turun naik atau berkurangnya semangat didalam sebuah amal islami adalah sesautu yang biasa sebagaimana keimanan yang memiliki masa-masa naik dan masa-masa turun. Akan tetapi yang tidak diperbolehkan adalah ketika hilang sama-sekali semangat untuk beramal islami, sabda Rasulullah saw,”Setiap amal mempunyai masa semangat (syirroh) dan setiap masa semangat terdapat pula masa turun semangat (fatroh). Barangsiapa yang masa lemah semangatnya masih berada pada sunnahku maka ia telah mendapat petunjuk. Dan barangsiapa yang masa lemah semangatnya berada pada selainnya maka ia celaka” (HR. Ahmad)

Diantara hal-hal yang bisa digunakan didalam menjaga semangat berdakwah adalah :

1. Mengetahui secara baik akan keutamaan da’wah diantara aktivitas-aktivitas lainnya di sisi Allah swt, sebagaimana firman Allah swt :

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّن دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

Artinya : “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang menyerah diri?" (QS. Fushilat : 33)

Sabda Rasulullah saw,”Seandainya Allah memberikan hidayah kepada seseorang melalui dirimu maka hal itu lebih baik bagimu daripada onta merah.” (HR. Bukhori dan Muslim)

2. Menyadari bahwa Allah hanya memerintahkan kepada kita untuk menyampaikan kepada manusia dan tidak membebankan kita agar mereka semua menerima da’wah kita karena urusan hati manusia beada didalam genggaman Allah swt, sebagaimana sabda,”Sesungguhnya hati manusia berada diantara dua jemari dari jari jemari Yang Maha Pengasih dan Dia lah yang membolak-balikkannya.” (HR. Tirmidzi dan Ahmad)

Artinya : “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS. Al Qoshosh : 56)

Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan setiap amal da’awiy seseorang meskipun hanya sedikit dari manusia yang menerima dan menyambut da’wahnya.

3. Hendaklah didalam menegakkan kewajiban berda’wah ini tidak sendirian akan tetapi berada didalam suatu barisan atau jama’ah, bersama orang-orang yang berjuang menegakkan agama Allah di muka bumi ini sepanjang pagi dan petang, yang kehidupan mereka betul-betul diberikan untuk kejayaan islam dan kaum muslimin, orientasi perjuangannnya adalah kebahagian akherat bukan kenikmatan dunia yang sering kali menipu manusia. Sabda Rasulullah saw,”Tangan Allah bersama jama’ah.” (HR. at Tirmidzi)

Dengan merekalah kita bisa berbagi perasaan suka dan duka didalam lapangan da’wah yang menjadi bunga-bunganya yang kelak akan kita cium harumnya di surga Allah swt.

Kau Akan Lebih Mulia Ketika Berjilbab



Islam adalah ajaran yang sangat sempurna, sampai-sampai caraberpakaian pun dibimbing oleh Alloh Dzat yang paling mengetahui apa yang terbaik bagi diri kita. Bisa jadi sesuatu yang kita sukai, baik itu berupa model pakaian atau perhiasan pada hakikatnya justru jelek menurut Alloh. Alloh berfirman, “Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal itu adalah baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal sebenarnya itu buruk bagimu, Alloh lah yang Maha mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui.” (Al Baqoroh: 216). Oleh karenanya marilah kita ikuti bimbingan-Nya dalam segala perkara termasuk mengenai cara berpakaian.

Perintah dari Atas Langit

Alloh Ta’ala memerintahkan kepada kaum muslimah untuk berjilbab sesuai syari’at. Alloh berfirman,“Wahai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu serta para wanita kaum beriman agar mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka mudah dikenal dan tidak diganggu orang. Alloh Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (Al Ahzab: 59)

Ketentuan Jilbab Menurut Syari’at

Berikut ini beberapa ketentuan jilbab syar’i ketika seorang muslimah berada di luar rumah atau berhadapan dengan laki-laki yang bukan mahrom (bukan ‘muhrim’, karena muhrim berarti orang yang berihrom) yang bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah yang shohihah dengan contoh penyimpangannya, semoga Alloh memudahkan kita untuk memahami kebenaran dan mengamalkannya serta memudahkan kita untuk meninggalkan busana yang melanggar ketentuan Robbul ‘alamiin.

Pertama

Pakaian muslimah itu harus menutup seluruh badannya kecuali wajah dan kedua telapak tangan (lihat Al Ahzab: 59 dan An Nuur: 31). Selain keduanya seperti leher dan lain-lain, maka tidak boleh ditampakkan walaupun cuma sebesar uang logam, apalagi malah buka-bukaan. Bahkan sebagian ulama mewajibkan untuk ditutupi seluruhnya tanpa kecuali-red.

Kedua

Bukan busana perhiasan yang justru menarik perhatian seperti yang banyak dihiasi dengan gambar bunga apalagi yang warna-warni, atau disertai gambar makhluk bernyawa, apalagi gambarnya lambang partai politik!!!; ini bahkan bisa menimbulkan perpecahan diantara sesama muslimin. Sadarlah wahai kaum muslimin…

Ketiga

Harus longgar, tidak ketat, tidak tipis dan tidak sempit yang mengakibatkan lekuk-lekuk tubuhnya tampak atau transparan. Cermatilah, dari sini kita bisa menilai apakah jilbab gaul yang tipis dan ketat yang banyak dikenakan para mahasiswi maupun ibu-ibu di sekitar kita dan bahkan para artis itu sesuai syari’at atau tidak.

Keempat

Tidak diberi wangi-wangian atau parfum karena dapat memancing syahwat lelaki yang mencium keharumannya. Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang wanita diantara kalian hendak ke masjid, maka janganlah sekali-kali dia memakai wewangian.” (HR. Muslim). Kalau pergi ke masjid saja dilarang memakai wewangian lalu bagaimana lagi para wanita yang pergi ke kampus-kampus, ke pasar-pasar bahkan berdesak-desakkan dalam bis kota dengan parfum yang menusuk hidung?! Wallohul musta’an.

Kelima

Tidak menyerupai pakaian laki-laki seperti memakai celana panjang, kaos oblong dan semacamnya. Rosululloh melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang menyerupai laki-laki (HR. Bukhori)

Keenam

Tidak menyerupai pakaian orang-orang kafir. Nabi senantiasa memerintahkan kita untuk menyelisihi mereka diantaranya dalam masalah pakaian yang menjadi ciri mereka.

Ketujuh

Bukan untuk mencari popularitas. Untuk apa kalian mencari popularitas wahai saudariku? Apakah kalian ingin terjerumus ke dalam neraka hanya demi popularitas semu. Lihatlah isteri Nabi yang cantik Ibunda ‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha yang dengan patuh menutup dirinya dengan jilbab syar’i, bukankah kecerdasannya amat masyhur di kalangan ummat ini? Wallohul muwaffiq.

(Disarikan oleh Abu Mushlih dari Jilbab Wanita Muslimah karya Syaikh Al Albani)

Allah Yang Menjamin Rezeki Kita (Hikmah dari Cerita Nabi Sulaiman)



Kisah Nabi Sulaiman memohon ijin untuk memberi makan Makhluq yang ada di dunia barang sehari saja.semoga bisa kita ambil hikmahnya.Pada suatu ketika, Nabi Sulaiman menyampaikan sebuah munajat kepada Allah Azza wa Jalla. Sebagai Nabi yang telah diberi keleluasaan untuk menguasai bangsa jin, hewan dan angin, serta dianugerahi harta kekayaan yang berlimpah, telah membuat Nabi Sulaiman merasa bahwa ia sanggup memberi makanan kepada setiap makhluk yang menjadi penduduk di kerajaannya. 

Oleh karena itu, ia bermunajat kepada Allah agar diberi izin untuk memberi makan pada setiap makhluk yang ada di kerajaannya selama satu tahun penuh.Allah Taala kemudian menjawab munajat Nabi Sulaiman tersebut dengan berfirman: "Engkau sekali-kali tak akan dapat melakukan haJ itu." Akan tetapi Nabi Sulaiman tetap bersikeras. Ia memohon kepada Allah agar diberi izin untuk membagikan makanan kepada seluruh makhluk hanya dalam tempo sehari saja. Maka Allah mengizinkan kepada Nabi Sulaiman melakukan hal itu untuk membuktikan kekuasaan-Nya.

Nabi Sulaiman segera melaksanakan hajatnya itu. Ia memerintahkan kepada anak buahnya agar membuat hidangan makanan yang jumlahnya memenuhi sebuah lapangan yang sangat besar. Saking besarnya lapangan itu, sampai-sampai dituturkan dalam riwayat tersebut, bahwa panjang hidangan makanan itu mencapai perjalanan satu bulan. Demikian pula halnya dengan jumlah ukuran lebarnya.Setelah mempersiapkan hidangan yang sangat banyak itu, Nabi Sulaiman memerintahkan kepada semua makhluk untuk mengelilingi hidangan itu, agar tidak menjadi rusak.

Usai Nabi Sulaiman menyiapkan segala sesuatunya, Allah berfirman kepadanya: "Makhluk manakah yang akan engkau suruh mulai menyantap makanan itu terlebih dahulu?"

Nabi Sulaiman menjawab: "Aku mohon agar Engkau menghadapkan penduduk darat dan sekaligus penduduk laut agar menyantap hidangan ini terlebih dahulu." Namun Allah tak segera menuruti apa yang dikatakan oleh Nabi Sulaiman tersebut. Allah hanya mendatangkan seekor ikan yang besar saja dari sekian banyak ikan yang hidup di laut.Ikan besar itu pun diletakkan Allah di hadapan hidangan yang telah disajikan oleh Nabi Sulaiman. Selanjutnya, ikan itu mengangkat kepalanya dan berbicara kepada Nabi Sulaiman."Hai Sulaiman.

Sesungguhnya Allah telah menjadikan rezekiku berada di tanganmu hari ini," ujar ikan itu."Ambillah makanan itu hingga engkau merasa kenyang," kata Nabi Sulaiman. Ikan itu pun segera melahap hidangan yang telah disiapkan oleh Nabi Sulaiman. Hanya dalam hitungan detik, seluruh hidangan itu habis dilahap oleh sang ikan. Setelah hidangan habis, ikan itu berkata:"Hai Sulaiman, sesungguhnya aku belum merasa kenyang, meski telah menyantap seluruh hidangan yang engkau sajikan."Melihat kejadian itu, Nabi Sulaiman menjadi tersadar, bahwa sesungguhnya hanya Allah sajalah yang dapat memberi rezeki kepada seluruh makhluk-Nya hingga mereka merasa kenyang.

Sedangkan Nabi Sulaiman yang sudah menyiapkan makanan begitu banyak dan dengan susah payah, pada akhirnya toh tak dapat membuat satu ekor ikan pun merasakan kenyang.Apalagi jika ia menyuguhkan makanan kepada seluruh makhluk yang ada di muka bumi ini. 

Tentunya, ia pun akan merasa sangat lelah dan tak mampu. Bahkan, untuk makanan seekor ikan saja, sang ikan tetap belum merasa kenyang dalam satu kali makan.Apalagi jika ia harus menyiapkan makanan untuk satu hari bagi ikan itu dan seluruh makhluk yang ada di bumi. Maka, sudah barang tentu, tak ada daya dan kekuatan pada seorang makhluk pun untuk dapat memberi rezeki kepada makhluk lainnya.

Hanya Allah Zat Yang Maha Memberi rezeki sajalah yang mampu melakukannya dengan sangat sempurna. Nabi Sulaiman pun akhirnya jatuh tersungkur dan bersujud di hadapan Allah. Ia menyadari betul di mana letak kelemahan- nya sebagai makhluk, yang notabene tak akan dapat melakukan sesuatu pun kecuali atas kehendak dan rahmat Allah. Dalam sujudnya itu, Nabi Sulaiman berkata: "Mahasuci Allah, Zat yang telah menanggung rezeki bagi seluruh makhluk yang diberi rezeki, tanpa Dia merasakannya sama sekali."Disadur dari buku Mutiara Hikmah, Kisah Para Kekasih Allah, karya Ummi Alhan Ramadhan Mazayasyah, Penerbit Darul Hikmah

Copyright @ 2013 Al Islami .

Designed by Templateism | Edited By Fajar Azhari